Jumat, 19 Februari 2016

BATHARA KALA

BATARA KALA, anak Batara Guru yang keberadaannya tidak direncanakan dan tak terduga. Ia terjadi dari kama benih (air mani) Batara Guru yang tidak tersalurkan secara semestinya, dan jatuh ke samudra. Begitu menurut cerita wayang Purwa. Ini terjadi ketika pada suatu saat Batara Guru bertamasya bersama istrinya, Dewi Uma, menunggang Lembu Andini mengarungi angkasa. Di atas Nusa Kambangan, dalam keindahan pemandangan senja hari, Batara Guru tergiur melihat betis istrinya. Ia lalu merayu Dewi Uma agar mau melayani hasratnya saat itu juga, di atas punggung Andini. Tetapi istrinya menolak. Selain karena malu, Dewi Uma menganggap perbuatan semacam itu tidak pantas dilakukan.

Karena gairah Batara Guru tak tertahankan lagi, akhimya jatuhlah kama benihnya ke samudra. Seketika itu juga air laut bergolak hebat. Benih kama Batara Guru menjelma menjadi makhluk yang mengerikan. Dengan cepat makluk itu tumbuh menjadi besar. la menyerang apa saja, melahap apa saja. Untuk meredakan kekalutan yang terjadi, Batara Guru memerintahkan beberapa orang dewa membasmi makhluk itu. Namun dewa-dewa itu tak ada yang mampu menghadapi makhluk itu. Mereka akhirnya bahkan lari pulang ke kahyangan. Makhluk ganas itu segera mengejar para dewa sampai ke Kahyangan Suralaya, tempat kediaman Batara Guru. Setelah berhadapan dengan Batara Guru makhluk itu menuntut penjelasan, ia anak siapa, untuk kemudian minta nama dari ayahnya. Batara Guru yang maklum keadaannya, segera memberi tahu bahwa makhluk itu adalah anaknya yang terjadi karena kama salah. Batara Guru memberinya nama Kala, dan mengangkatnya sederajat dengan dewa, sama dengan anak-anaknya yang lain. Dengan demikian, ia bergelar Batara Kala.

Setelah mendapat nama, Batara Kala lalu minta diberi istri dan tempat tinggal. Kebetulan, sesaat sebelumnya Batara Guru dan Dewi Uma baru saja bertengkar sehingga mereka saling mengutuk. Dewi Uma yang tadinya cantik jelita dikutuk menjadi raseksi (raksasa wanita) dan diberi nama Batari Durga. Maka Batari Durga lalu diperintahkan menjadi istri Batara Kala. Mereka diberi tempat di Kahyangan Setra Gandamayit, di telatah Hutan Krendawahana. Perkawinan ini kemudian membuahkan dua orang anak. Yang sulung bernama Kala Gotana berujud raksasa mengerikan, sedangkan anaknya yang kedua bernama Dewasrani yang tampan. Selain yang dua itu, dalam beberapa lakon carangan, mereka masih mempunyai beberapa anak lagi.

Karena Batara Kala makhluk yang amat rakus dan ganas, Batara Guru khawatir kalau-kalau manusia di bumi akan punah dimangsanya. Oleh sebab itu Batara Guru lalu berusaha mengurangi kerakusan anaknya itu. Sebagai ayahnya, Batara Guru minta agar Batara Kala mendekat dan sungkem (berjongkok dan menyembah) di hadapannya. Batara Kala melaksanakan permintaan ayahnya itu. Namun ketika sampai ke dekat Batara Guru, pemuka dewa itu tiba-tiba memotong kedua taring dan lidah Batara Kala yang mengandung bisa.

Oleh Batara Guru, potongan lidah Batara Kala kemudian dicipta menjadi senjata ampuh berupa anak panah dan diberi nama Pasupati. Anak panah ini kelak menjadi milik Arjuna.
Sedangkan taring kirinya menjadi keris bernama Kaladite, yang kemudian menjadi milik Adipati Karna.
Potongan taring kanan Batara Kala dicipta menjadi keris yang diberi nama Kalanadah. Keris ampuh ini kelak akan dianugerahkan kepada Arjuna, kemudian Arjuna memberikannya kepada Gatotkaca sebagai kancing gelung.

Batara Guru juga memberi ketentuan, hanya anak sukerta saja yang boleh dimangsa Batara Kala. Namun anak sukerta itu pun tidak boleh dimangsa, bilamana si anak telah diruwat oleh orang tuanya.
Daftar anak yang tergolong sukerta (sebagian)
1. Ontang-anting, naak tungal, baik lelaki maupun perempuan.
2. Kedana-kedini, dua bersaudara, yang satu lelaki yang satu perempuan.
3. Uger-uger, dua bersaudara, lelaki semua.
4. Lumunting, anak yang lahir tanpa ari-ari.
5. Sendang kapit pancuran, tiga anak yang sulung laki-laki, yang tengah perempuan, dan yang bungsu laki-laki.
6. Pancuran kapit sendang, kebalikan dari nomor 4.
7. Kembang sepasang, dua perempuan semua.
8. Sarimpi, empat orang perempuan semua.
9. Pandawa, lima orang lelaki semua.
10. Pandawi, lima orang perempuan semua.
11. Pandawa ipil-ipil, lima anak, empat perempuan, yang bungsu lelaki.
Dan masih banyak lagi.

Batara Kala, sebagaimana halnya golongan dewa dalam pewayangan lainnya, tidak pernah mati. Pada zaman pemerintahan Prabu Jayabaya di Kediri, Batara Kala yang menjelma di dunia sebagai Prabu Yaksadewa, membunuh Anoman. Pada Wayang Bali, Batara Kala menjadi repertoar satu-satunya dalam pergelaran Wayang Sapuh Leger, kalau di Pulau Jawa, lakon Murwakala.

Kisah Batara Kala dalam Wayang Bali adalah sebagai berikut:
Sang Hyang Caturbuja (Batara Guru atau Batara Siwa) mempunyai dua anak, yaitu Batara Kala dan Hyang Rare Kumara. Ujud mereka sangat berbeda satu sama lain. Batara Kala berujud raksasa tinggi besar mengerikan. Sedang Rare Kumara sangat tampan. Mereka lahir pada weton dan wuku yang sama, yakni wuku Wayang. Karena merasa iri dengan ketampanan adiknya. Batara Kala berniat hendak memusnahkannya dengan cara memangsanya. Batara Guru mencegah, tetapi Kala tetap pada niatnya. Akhirnya Batara Guru hanya dapat menundanya, minta agar Batara Kala memangsa adiknya, kelak jika Rare Kumara telah berumur tujuh tahun.

Kemudian, agar maksud Batara Kala jangan sampai terlaksana, Batara Guru menjatuhkan kutuk pastu, Rare Kumara akan tetap kecil, tidak pernah tumbuh besar selama-lamanya. Maksudnya, agar keadaan Rare Kumara yang tetap menjadi balita selamanya itu, akan membuat Batara Kala membatalkan niatnya. Tetapi, tujuh tahun kemudian Batara Kala tetap hendak melaksanakan niatnya memangsa adiknya. Batara Guru terpaksa mencari akal lagi untuk menyelamatkan Rare Kumara. Disuruhnya Rare Kumara turun ke dunia, mengungsi ke Kerajaan Kertanegara. Batara Kala juga tidak tinggal diam. la juga turun ke dunia memburu adiknya. Dengan menggunakan indra penciumannya yang amat peka, ia selalu dapat membuntuti adiknya. Di suatu senja (sande kala — Bhs. Bali), Batara Kala menanti Rare Kumara yang diperkirakan akan lewat di situ. Ternyata yang ditunggu tidak juga muncul. Saat itu, Batara Kala melihat dua orang yang sedang bertengkar di tengah jalan. Karena kesal, Batara Kala memangsa kedua orang itu.

Pengejaran terus berlangsung. Tetapi, setiap kali kepergok, Rare Kumara selalu dapat meloloskan diri, dengan berbagai muslihat. Antara lain, Rare Kumara menyelinap dalam rumpun bambu, bersembunyi dalam timbunan kayu bakar yang tidak diikat, lolos melalui tungku perapian. Setiap kali Batara Kala kecewa dalam pengejaran Rare Kumara, ia mengutuk setiap orang yang ceroboh dan menyebabkan Rare Kumara bisa lolos. Kepada Maya Sura, raja di Kertanegara, Rare Kumara minta perlindungan. Raja itu menyanggupinya. Seluruh bala tentaranya dikerahkan untuk menghalangi Batara Kala, namun semua sia-sia. Akhirnya Rare Kumara terpojok, dan Batara Kala langsung menelannya.

Pada saat itu, Batara Guru dan Batari Uma, istrinya, datang. Mereka segera menyuruh Batara Kala memuntahkan adiknya. Kala memuntahkan kembali adiknya, tetapi sesaat kemudian ia berubah pikiran, hendak memangsa lagi, sekaligus dengan kedua orang tuanya. Alasannya karena Batara Guru dan Batari Uma datang tepat tengah hari. Batara Guru tidak menentang kehendak Kala, tetapi sebelum Kala memangsanya, ia minta agar Kala menjawab dulu teka-tekinya: "Asta pada sad lungayan catur puto dwi purusa bagha eka egul trinabi sad karna dwi srenggi gopa-gopa sapta locanam ...." Teka teki itu dimaksudkan untuk mengulur waktu.

Karena terlalu lama berpikir mencari jawab atas teka-teki itu, matahari pun menggelicir ke barat. Maka karena itu, hilanglah hak Batara Kala untuk memangsa Batara Guru clan Batari Uma, karena waktu telah lewat tengah hari. Hal ini membuat Batara Kala kesal sekali. Kekesalan Batara Kala ditimpakan kepada pohon kelapa. Dikutuknya pohon itu, sehingga tidak ada pohon kelapa yang tegak lagi. Semua pohon kelapa akan selalu tumbuh melengkung.

Pada malam hari, pelarian Rare Kumara sampai ke tempat pertunjukan wayang. Ki Dalang memberikan perlindungan dengan menyembunyikannya di resonator gender. Ketika Kala datang, karena sudah terlalu lapar. Batara Kala memakan sesajen dalang yang ada di situ. Ki Dalang menegurnya, dan Kala yang merasa bersalah, mengganti sesaji yang telah dimakannya itu dengan mantra Sakti yang dapat menangkal semua hal buruk yang akan menimpa makhluk hidup yang leged atau sukerta. Ki Dalang pun bersepakat dengan Batara Kala, akan mengganti anak yang lahir pada wuku Wayang yang seharusnya dimangsa Batara Kala, dengan sesaji khusus. Setelah bebas dari kejaran Batara Kala, Rare Kumara kembali ke kahyangan, berkumpul dengan ayah ibunya.




BATARA KALA, Wayang Kulit Purwa gagrak Yogyakarta



BATARA KALA, Wayang Kulit Purwa gagrak Surakarta


BATARA KALA, gambar grafis Wayang Kulit Purwa gagrak Cirebon


BATARA KALA, gambar grafis Wayang Kulit Purwa gagrak Surakarta


BATARA KALA, gambar grafis Wayang Kulit Purwa Bali



BATARA KALA, dijadikan ilustrasi kulit muka buku
Kalender Pawukon 200 tahun



Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar